Cahaya tak Memiliki Usia
Febdian Rusydi (Rijksuniversiteit Groningen)
Febdian Rusydi (Rijksuniversiteit Groningen)
Ada satu benda di dunia ini, yang sudah ada semenjak alam semesta lahir,
tapi tidak pernah merayakan hari kelahriannya alias tak berumur. Itulah
foton, atau partikel cahaya. Tapi, bagaimana mungkin? Mari kita telaah
dengan teori relativitas khusus Einstein.
Begitu mendengar teori relativitas khusus, ingatan kita spontan menuju
konstanta kecepatan cahaya, kecepatan tercepat yang ada di jagad raya
ini. Relativitas khusus mengatakan, ruang dan waktu, oleh Newtonian
dianggap terpisah dan bernilai absolut, menyesuaikan diri mereka demi
menjaga konstanitas kecepatan cahaya yang bernilai 3x108 meter/detik
tersebut. Dengan kata lain, dimensi waktu akan melambat atau mencepat,
dan dimensi ruang akan memanjang atau memendek, sehingga kecepatan foton
selalu bernilai sama.
Konsep ini disimpulkan dengan satu kalimat, ”Benda bergerak akan merasakan waktu melambat dan ruang memendek.”
Konsep ini tidaklah sederhana, saat Einstein mempostulatkannya pada
tahun 1905. Diperlukan puluhan tahun bagi para fisikawan untuk
benar-benar bisa mengerti teori tersebut.
Sekarang mari kita ulangi percobaan fantasi yang pernah Einstein lakukan
untuk memahami bagaimana waktu melambat dan ruang memendek.
Bagaimana waktu melambat?
Bayangkan kita memiliki dua buah jam-foton seperti pada Gambar 1. Kerja
jam-foton tersebut adalah sebagai berikut: sebuah foton terperangkap
dalam dua buah cermin (yang merefleksikan 100ahaya yang datang). Foton
ini akan bergerak maju-mundur membentur dua cermin tersebut. Kedua
cermin ini kita lengkapi dengan sepesial detektor yang akan berbunyi
”tik” setiap kali foton menyentuh permukaannya.
Kecepatan cahaya 3x108 meter/detik berarti cahaya akan menempuh jarak
sejauh 3x108 meter dalam satu detik. Jika dua cermin tadi terpisah
sejauh 30 meter (d = 30 meter), maka total foton menabrak dua cermin
tersebut adalah 107 kali tik. Dengan kata lain, setiap kali detektor
kita berbunyi 107 tik berarti itu sama dengan satu detik.
Satu jam-foton berdiri diam di atas Bumi, sementara yang lain kita beri
kecepatan v pada sumbu-x. Foton pada jam-foton yang diam (kita sebut
foton #1) harus bergerak 30 meter untuk bisa menghasilkan 1 tik. Tapi
foton pada jam-foton yang bergerak (foton #2) harus begerak sejauh d’,
yang dari Gambar 2 bisa kita lihat lebih panjang daripada d.
Akibatnya, saat foton #1 sudah membuat 107 tik, foton #2 masih berjuang
untuk menghasilkan tik yang sama. Saat foton #2 berhasil menghasilkan
107 tik, foton #1 sudah memulai perjalanan untuk menghasilkan 107 tik
kedua. Artinya, benda yang bergerak akan merasakan waktu 1 detik lebih
lama (waktu melambat) daripada saat dia diam.
Bagaimana ruang memendek?
Bayangkan kita punya sebuah mobil yang panjangnya diukur saat diam
adalah 5 meter. Tugas kita sekarang adalah mengukur panjang mobil ini
saat berjalan, sementara kita tetap diam di atas Bumi. Tentu kita tidak
mengukur dengan meteran seperti yang kita lakukan saat mobil diam.
Cara yang terbaik adalah memakai stopwatch. Hidupkan stopwatch ketika
ujung depan mobil menyentuh sebuah garis acuan dan matikan saat ujung
belakangnya melewati garis itu.
Jika kita bisa melakukan dengan akurat, maka waktu yang ditunjukkan
stopwatch (t) berbanding lurus dengan panjang mobil (L), yaitu L = v*t,
dengan v adalah kecepatan mobil tersebut. Panjang mobil saat jalan bisa
didapat dengan mudah karena kita punya data v dan t.
Kalau percobaan itu dilakukan beberapa kali dengan meningkatkan
kecepatan mobil, akan diperoleh hasil, semakin cepat pergerakan mobil
maka semakin pendek panjang mobil. Kenapa demikian?
Dengan pemahaman waktu melambat di atas, hal ini lebih mudah dimengerti.
Mobil yang berjalan akan mengalami perlambatan waktu. Semakin cepat dia
bergerak, semakin lambat waktu yang dia rasakan, sehingga waktu yang
diukur stopwatch semakin kecil. Dengan demikian, sesuai dengan L = v*t,
panjang mobilpun semakin memendek.
Pergerakan dalam 4-Dimensi
Sejauh ini kesimpulan dari percobaan fantasi kita adalah semakin cepat
benda bergerak, semakin melambat waktunya, dan semakin memendek
ruangnya. Sekarang kita kembangkan kesimpulan itu untuk masuk dalam
konsep ruang-waktu teori relativitas khusus.
Kita hidup dalam 4-dimensi, 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Keempat
dimensi ini dibutuhkan untuk memberikan koordinat lengkap sebuah objek
di alam semesta ini. Misalnya saat menggambarkan keberadaan seseorang di
Lantai 4 Gedung PAU di Jln. Ganesha 10 (untuk menggambarkan 3 dimensi
ruang), kita masih harus menyatakan pada pukul berapa orang itu ada di
sana.
Sebuah objek sebenarnya bergerak di 4 dimensi ini. Sebuah mobil yang
diam, tetap bergerak di dimensi waktu. Saat mobil ini dijalankan, maka
pergerakannya di dimensi waktu “harus dibagi” dengan pergerakan di
dimensi ruang. Sehingga pergerakan di dimensi waktu berkurang: waktu
melambat karena pergerakan benda di dimensi ruang, persis seperti yang
kita buktikan percobaan jam-foton.
Logika tersebut mengantarkan kita pada pemikiran, untuk mencapai
pergerakan maksimum di dimensi ruang maka pergerakan di dimensi waktu
harus nol. Pada kondisi inilah kecepatan benda menempuh dimensi ruang
bisa maksimal.
Dan sesuai dengan teori relativitas khusus, bahwa kecepatan maksimal
adalah kecepatan cahaya, segera kita sadari bahwa cahaya sama sekali
tidak bergerak pada dimensi waktu. Dengan kata lain, foton tidak berumur
. Foton yang dihasilkan semenjak alam semesta terbentuk sampai sekarang
umurnya sama!
Bisa melewati kecepatan cahaya?
Ini terkait dengan salah satu formula teori relativitas khusus yang
sangat terkenal: E=mc2, di mana E adalah energi, m adalah massa, dan c
adalah konstanta kecepatan cahaya.
Formula tersebut menjelaskan relasi langsung antara energi-massa
(konservasi energi-massa). Sebuah objek dengan massa m bisa menghasilkan
energi E sebesar mc2 – dan karena c sebuah konstanta yang besar, massa
yang kecil tetap akan menghasilkan energi yang besar. Bayangkan,
Hiroshima tahun 1945 hancur akibat energi yang dihasilkan 1ari 2 pounds
Uranium.
Di sisi lain, formula ini memainkan peranan penting dalam pergerakan
objek dalam 4-dimensi. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik,
semakin tinggi kecepatannya semakin besar energinya.
Saat kita paksa partikel muon mencapai kecepatan 99,9ecepatan cahaya,
muon memiliki energi yang besar. Karena konservasi energi-massa, energi
tadi meningkatkan massa muon 22 kali lebih massif daripada massa-diamnya
(0.11 MeV).
Tentu saja semakin masif (pejal) benda, semakin susah untuk bergerak
cepat. Ketika kecepatannya dinaikkan menjadi 99,999ecepatan cahaya,
massanya bertambah 70.000 kali! Muon semakin masif dan semakin cenderung
untuk tidak bergerak. Sehingga dibutuhkan energi yang tak berhingga
untuk melewati kecepatan cahaya – jumlah energi yang tidak mungkin.
Sumber : http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?fenomena&1172921459